Breaking News

Israel Batasi 'Pemerkosaan' Suriah: Strategi Jangka Panjang


Dalam dinamika geopolitik hegemoni di Timur Tengah, Israel dapat diibaratkan diberi kesempatan oleh AS dkk untuk 'memerkosa' Suriah sebanyak tiga kali sehari, sebuah analogi yang mencerminkan pelanggaran kedaulatan Israel kepada Suriah agar korban tetap hidup dan bisa dieksploitasi atau 'diperkosa' keesokan harinya. Begitulah seterusnya.

Setiap 'pemerkosaan' ini diwujudkan melalui incursion militer ke zona penyangga baru di luar Golan seperti Quneitra, di mana pasukan Israel memasuki wilayah Suriah secara ilegal, seperti yang terjadi baru-baru ini dengan tiga kendaraan militer Israel yang papasan dengaan pasukan keamanan Suriah. Terlihat pasukan Suriah melakukan pembiaran atas kehadiran Israel.

Uniknya, momen papasan itu sebenarnya bisa dilakukan oleh Israel untuk menyerang pasukan Suriah dan pembalasan dari pasukan Suriah dapat dianggap sebagai alasan untuk menduduki Damaskus sebagaimana tipu-tipu TelnAviv selama ini. Mengapa Israel tak melakukannya?

Batasan ini diperkirakan bukan karena rasa kasihan, melainkan untuk menjaga agar Suriah tidak runtuh total, sehingga Israel bisa terus mengontrol dan menyerang tanpa menghadapi kekacauan yang lebih besar.

Kesempatan pertama setiap hari bisa diibaratkan dengan serangan udara rutin yang menghancurkan target strategis di pinggiran Damaskus, seperti markas militer atau gudang senjata, yang telah mencapai lebih dari 600 kali sepanjang 2025. 

Ini seperti pemerkosa yang menyiksa korban secara fisik tapi tidak sampai membunuh, memastikan Suriah tetap bernapas meski lemah, agar besok dapat dilanjutkan. Pemerintahan baru Suriah di bawah Presiden Ahmed al-Sharaa, yang sibuk mengintegrasikan faksi pemberontak, menjadi korban yang diharuskan untuk pasrah, fokus pada rekonstruksi daripada perlawanan langsung.

Kesempatan kedua muncul dalam bentuk razia dan penangkapan warga sipil, seperti detensi petani di Quneitra yang baru saja dilaporkan, di mana Israel melakukan advance militer dekat desa setempat.

Analogi ini semakin kuat ketika melihat warga Suriah hidup dalam teror, dengan razia malam hari yang membuat mereka merasa seperti korban yang terus-menerus diintimidasi tapi tidak dibunuh, sehingga pemerkosa bisa kembali besok tanpa kehilangan kendali. Israel mengklaim tindakan ilegalnya di Suriah untuk keamanan, tapi sebenarnya memperpanjang penderitaan agar Suriah tetap sebagai target mudah.

Pada kesempatan ketiga, Israel melakukan patroli paralel dan tembakan terhadap demonstran, seperti insiden di Khan Arnaba di mana tiga warga terluka oleh tembakan pasukan Israel saat protes terhadap pendudukan ilegal.

Ini seperti pemerkosa yang membatasi kekerasan harian agar korban tidak mati kelelahan atau memberontak fatal, memungkinkan eksploitasi berkelanjutan. 

Dengan demikian, Suriah tetap 'hidup' di bawah pemerintahan Sharaa, yang menghindari konfrontasi untuk mendapatkan dukungan Barat, sementara Israel memperluas buffer zone tanpa risiko perang total.

Amerika Serikat di bawah Trump berperan sebagai 'pemberi kesempatan' yang kolutif, memperingatkan Israel untuk tidak melebihi batas tiga kali sehari, seperti melalui posting Truth Social yang mendesak dialog daripada gangguan evolusi Suriah. 

Namun, kolusi ini memastikan korban dalam hal ini Suriah tidak mati, karena jika Suriah runtuh seperti Libya, Israel kehilangan peluang 'pemerkosaan' besok, dan AS harus menangani kekacauan regional yang lebih besar. Netanyahu menolak panggilan Trump untuk mundur, tapi tetap batasi agar tidak memicu perhatian internasional.

Menteri Israel seperti Amichai Chikli yang memperingatkan perang tak terhindarkan seolah mengingatkan bahwa melebihi tiga kali bisa membunuh korban, sehingga hilanglah kesenangan besok. 

Analogi ini terlihat dalam peningkatan alert level di border Suriah, di mana pasukan cadangan Israel melakukan operasi penangkapan, tapi tidak sampai invasi penuh ke Damaskus. 

Suriah, sebagai korban, terus bernyanyi menolak pendudukan Israel, tapi tanpa aksi nyata dan takkan diperdulikan PBB, mempertahankan napas untuk hari berikutnya.

Visi Greater Israel menjadi nafsu jangka panjang pemerkosa dari Tel Aviv, di mana tiga kesempatan harian adalah langkah bertahap untuk menguasai lebih banyak 'tubuh' Suriah, dari Quneitra hingga pinggiran Damaskus. 

Batasan ini agar korban tidak mati sebelum waktunya, memungkinkan ekspansi perlahan tanpa kehilangan dukungan AS. Duta Israel bahkan klaim Quneitra milik mereka, tapi tetap batasi agar Suriah tetap sebagai entitas lemah yang bisa 'diperkosa' lagi besok hari untuk waktu yanh tak ditentukan.

PBB dan UNDOF berperan sebagai saksi bisu yang lemah, mengutuk tapi tidak menghentikan tiga 'pemerkosaan' harian, seperti resolusi yang mengecam serangan udara Juli 2025. 

Ini memastikan korban tetap hidup, karena jika mati, dunia internasional mungkin campur tangan melalui protes, menghilangkan kesempatan Israel untuk 'menikmati' tindakan ilegalnya di negara orang.

Suriah, dengan jet Israel terbang di atas provinsinya, terus bernapas di bawah ancaman, siap untuk siklus berikutnya.

Risiko dari tetangga seperti Turki menjadi pengingat bahwa melebihi tiga kali bisa membuat korban 'mati' dan memicu perhatian dunia, dan itu akan membuat media dunia pro Israel lebih sulit merangkai kata-kata pembelaan apalagi 'pemerkosaan' atau genosida Israel di Gaza terhadap Palestina masih terus berlangsung saat itu meski sudah ada aupaya damai.

Oleh karena itu, Israel batasi diri  dengan mencaplok desa-desa kecil secara perlahan di Deraa atau Suwayda, memperpanjang penderitaan Suriah agar tetap sebagai korban yang bisa dieksploitasi hari demi hari. 

Pemerintahan Sharaa yang sibuk dengan proposal cabut sanksi, menjadi korban yang pasif.

Akhirnya, analogi ini menggarisbawahi strategi Israel: tiga kesempatan harian untuk 'memerkosa' Suriah melalui militer dan diplomasi, agar korban tidak mati dan masih bisa diperkosa besok, menjaga keseimbangan rapuh di Timur Tengah. 

Dengan negosiasi macet dan eskalasi kecil berlanjut, Suriah tetap bernapas, siap untuk 'siklus kekerasan' berikutnya yang dirancang menjadi bagian dari hegemoni dan teror Greater Israel dengan restu diam-diam dari AS dkk.


Tidak ada komentar