Hubungan Gerakan MAGA AS dengan Serangan Israel ke Iran
Pasca serangan brutal Israel ke sejumlah fasilitas nuklir Iran, dinamika geopolitik Timur Tengah kembali memanas. Salah satu yang menarik perhatian adalah keterlibatan tidak langsung gerakan MAGA (Make America Great Again) dalam eskalasi ketegangan tersebut. Gerakan yang digagas Donald Trump ini rupanya tidak hanya memengaruhi politik domestik AS, tetapi juga membawa dampak terhadap strategi luar negeri Amerika di kawasan Timur Tengah.
Sejak awal kepresidenannya, Trump dikenal dekat dengan kepemimpinan Israel. Hubungan yang intens ini terlihat dari berbagai kebijakan pro-Israel yang diluncurkan selama masa jabatannya, termasuk pemindahan Kedutaan Besar AS ke Yerusalem dan pengakuan Dataran Ginggi Golan milik Suriah sebagai wilayah Israel. Saat serangan Israel ke Iran terjadi, suara-suara dari basis MAGA pun muncul, mendukung langkah-langkah militer tersebut sebagai bagian dari kebijakan keras terhadap Iran.
Di dunia maya, perdebatan semakin memanas setelah munculnya kampanye MIGA (Make Iran Great Again), yang awalnya merupakan sindiran terhadap MAGA, dan bisa berarti Iran di bawah Khamenei dan Presiden Masoud Pezeshkian atau di bawah Reza Pahlevi tokoh oposisi dari rejim Shah sebelumnya.
Namun, lambat laun MIGA berubah menjadi slogan yang digunakan sebagian kalangan Iran diaspora dan kelompok anti-pemerintahan Pezeshkian untuk menyindir pemerintah Tehran dan menyerukan perubahan politik di Iran.
MIGA menjadi viral setelah Donald Trump mengunggah pernyataan ambigu di media sosial yang menyebut, “Jika Iran tidak bisa Make Iran Great Again (merujuk pemerintah Iran saat ini), kenapa tidak sekalian ada perubahan rezim?” Kalimat ini memantik kemarahan pemerintah Iran sekaligus menjadi amunisi baru bagi para pendukung MAGA di AS.
Gerakan MAGA memandang Iran sebagai ancaman serius bagi sekutu AS di Timur Tengah, khususnya Israel dan Arab Saudi. Oleh sebab itu, berbagai kelompok sayap kanan pro-Trump mendorong kebijakan agresif terhadap Tehran. Mereka meyakini bahwa kelembutan diplomasi hanya akan memperkuat Iran di kawasan, sesuatu yang bertentangan dengan visi MAGA tentang dominasi Amerika.
Pasca serangan Israel, akun-akun pro-MAGA di media sosial Twitter dan Truth Social gencar menyebarkan narasi bahwa Iran harus “dibersihkan” dari pemerintahan teokrasi yang menurut mereka selama ini menyebarkan terorisme. Mereka juga membangun kampanye daring untuk mendorong pemerintah AS ikut aktif menggulingkan pemerintah Iran.
Sementara itu, kampanye MIGA justru digunakan kubu oposisi Iran dan para aktivis eksil untuk mempopulerkan gagasan perubahan damai di dalam negeri. Meski awalnya berangkat dari ejekan terhadap MAGA, kampanye ini mendapat simpati dari sebagian tokoh-tokoh oposisi Iran yang berharap berkuasa jika regime change terjadi di Iran.
Pergesekan dua narasi ini makin intens setelah Fox News, kanal berita favorit MAGA, menayangkan laporan bertubi-tubi tentang keberhasilan serangan Israel ke Iran. Bahkan disebut-sebut, Trump saat itu mengikuti liputan tersebut secara saksama dan terpengaruh opini media untuk mendukung opsi militer lebih jauh.
Di kalangan elite politik AS, keterkaitan MAGA dengan kebijakan keras terhadap Iran menuai kontroversi. Beberapa petinggi Partai Republik moderat menilai pendekatan ini justru akan memicu perang besar di Timur Tengah, sementara loyalis Trump meyakini hanya dengan kekuatan penuh AS untuk bentrok dengan Iran dapat memulihkan “wibawa globalnya.”
Pernyataan-pernyataan Trump yang terkesan bercanda soal “regime change” di Iran justru memperburuk situasi. Publik Iran menganggap lelucon ini sebagai penghinaan terhadap korban sipil yang jatuh akibat konflik, sementara kampanye MIGA versi Reza Pahlavi, memanfaatkan momentum untuk menyudutkan pemerintah Tehran di dunia internasional, tanpa simpati pada korban warga Iran.
Tidak sedikit analis yang menilai keterlibatan MAGA dalam isu Timur Tengah adalah kelanjutan dari agenda politik Trump untuk memastikan dukungan dari kelompok evangelis konservatif, yang selama ini mendukung penuh kebijakan pro-Israel. Isu ini pun diolah sebagai materi kampanye menuju pilpres AS berikutnya.
Di sisi lain, elite MAGA melihat kampanye MIGA sebagai ancaman. Mereka khawatir slogan ini bisa digunakan untuk mendiskreditkan pendekatan keras AS terhadap Iran, serta menyatukan opini dunia agar lebih berpihak kepada rakyat Iran ketimbang mendukung agresi Israel dan AS.
Fenomena perang narasi antara MAGA dan MIGA menjadi cerminan bagaimana isu lokal Amerika bisa tereskalasi ke level geopolitik global. Di Timur Tengah sendiri, para analis memperkirakan situasi ini akan memperpanjang ketegangan, dengan Iran bersiap melakukan balasan dan negara-negara Arab di sekitar memantau perkembangan dengan waspada.
Keterlibatan MAGA dalam wacana Timur Tengah juga menuai kecaman dari aktivis HAM dan kelompok anti-perang di AS. Mereka menuding Trump dan basis pendukung MAGA hanya ingin menjadikan konflik sebagai alat propaganda politik tanpa mempedulikan korban yang berjatuhan.
Di dalam negeri Iran, pemerintah melihat kampanye MIGA sebagai ancaman dan memperkuat kebijakan anti-AS. Media resmi Iran menyebut gerakan ini sebagai bagian dari “perang hibrida” yang dirancang untuk melemahkan stabilitas politik domestik dan menggiring opini publik agar menentang pemerintah.
Kementerian Luar Negeri Iran pun telah memanggil perwakilan Swiss sebagai penanggung jawab kepentingan AS di Iran, untuk menyampaikan protes atas pernyataan Trump. Tehran menilai sikap tersebut sebagai bentuk intervensi terang-terangan terhadap kedaulatan negara.
Sementara itu, kelompok pro-MAGA di AS terus menekan pemerintah agar tidak ragu meningkatkan tekanan militer terhadap Iran. Mereka menyebut kampanye MIGA sebagai alat propaganda musuh dan mendesak agar media sosial yang menyebarkan slogan tersebut dibatasi.
Hingga kini, baik MAGA maupun MIGA sama-sama aktif di jagat digital, membentuk polarisasi opini publik global. Ketegangan ini menjadi bagian dari konflik geopolitik Timur Tengah yang masih jauh dari kata usai, dan semakin rumit akibat perang narasi yang melibatkan elite politik AS dan oposisi Iran di luar negeri.
Tidak ada komentar